Vonis Sudah di Jatuhkan : LPSK Gerilya di Hotel Santika Jogja Mengatur Strategi
Vonis yang dijatuhkan terhadap 3 prajurit
Kopassus tanggal 5 September 2013 kemarin benar - benar membuat warga
Jogja kecewa dan marah. Di luar Dilmil II-11 terjadi keributan antara
elemen warga jogja dengan aparat TNI yang berjaga - jaga di luar gedung.
Warga Jogja kecewa dengan putusan hakim yang menjatuhkan 11 tahun bagi
Serda Ucok, 7 tahun bagi Sertu Sugeng dan 6 tahun bagi Koptu Kodik
dimana masing - masing di jatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dari
kedinasan militer.
Prajurit Kopassus
Warga Jogja menilai pengadilan tersebut
sudah tidak murni karena terlalu banyak tekanan dari luar dan terdapat
beberapa keterangan saksi yang tidak dicantumkan alias tidak sesuai
dengan yang disampaikan sebelumnya. Selain itu adanya akses “khusus”
yang diberikan kepada warga negara asing di sekitar Dilmil juga
menimbulkan kecurigaan di tengah - tengah warga Jogja. Pasalnya, WNA
tersebut segera meninggalkan lokasi ketika dirinya telah menarik perhatian warga Jogja dan kembali lagi ketika situasi sudah mulai memanas.
Meski situasi sempat memanas, akan tetapi
hal tersebut tidak sampai ke arah anarkhis dan masih dapat di
kendalikan. Didalam ruangan warga Jogja memberikan sambutan dan tepuk
tangan meriah ketika 3 prajurit tersebut mengajukan banding, dan ketika
keluar ruangan wargapun berebut menyalami dan memeluk ketiga “pahlawan”
yang dianggapnya telah berhasil menjaga kota Jogja dari aksi premanisme.
LPSK Gerilya di Hotel Santika Mengatur Strategi
Diluar dugaan ketika warga Jogja tengah
berusaha menenangkan diri, hari ini lembaga sekelas LPSK yang seharusnya
netral justru berupaya melakukan manuver tajam melawan arus warga Jogja
dengan mengkondisikan media - media yang saat ini sedang meliput
jalannya peradilan militer di Jogja agar satu visi dengan agenda LPSK.
Agenda tersebut akan di gelar LPSK di
ruang jatinom Hotel Santika Jl. Jendral Sudirman Jogjakarta. Acara di
mulai tanggal 6 Agustus 2013 Pukul 16.00 WIB dengan dihadiri wartawan
dari sejumlah media, Kakanwil Kumham, Kalapas Cebongan dan Komnasham.
Dalam kegiatan tersebut LPSK akan melakukan evaluasi untuk menentukan langkah dan upaya tindak lanjut terkait hasil dari vonis peradilan militer yang di jatuhkan kepada 12 prajurit Kopassus.
Jelas sudah apabila di lihat dari kegiatan
tersebut, Warga Jogja saat berorasi di luar Dilmil
peradilan yang di jalani oleh 12 prajurit Kopassus sarat
dengan kepentingan politik dan pesanan pihak tertentu antara LPSK,
Komnasham dan beberapa lembaga lain yang juga turut memiliki kepentingan
didalamnya. Secara tidak langsung LPSK dan komnasham telah menempatkan
diri sebagai musuh besar rakyat khususnya rakyat Jogja.
LPSK sebagai lembaga independen yang
seharusnya hanya mengurusi perlindungan saksi dan korban jadi melenceng
dari tugas pokoknya. Perlu disampaikan, pada tanggal 15 Juli 2013
sebanyak 7 orang saksi penyerbuan LP. Cebongan (Yusuf Sihotang Dkk)
yang tinggal di lapas II-B didatangi oleh seseorang yang menyamar
sebagai interogator dan mengaku dari Mabes TNI. Orang tersebut melakukan
intimidasi terhadap para saksi melalui pertanyaan - pertanyaan yang
diberikan paska diambilnya keterangan para saksi oleh majelis hakim di
Dilmil. Kegiatan tersebut dilakukan didalam sel tahanan lapas Cebongan
atas seijin Kalapas LP. Cebongan.
Bila dicermati, kejadian diatas tentu
sangat menarik untuk di pelajari. Pertama, lembaga yang berhak mengorek
informasi (keterangan) terhadap para saksi adalah kepolisian dan LPSK
karena para saksi ada di bawah hukum sipil sehingga tidak mungkin bila
Mabes TNI memerintahkan jajarannya untuk mengorek keterangan dari saksi
yang saat itu di LP. Cebongan. Andaikata di perlukan keterangannya,
Mabes TNI tidak perlu mengirim orang ke LP. Cebongan cukup memanggil 7
saksi tersebut secara resmi ke Denpom IV/Diponegoro.
Kemudian para saksi tersebut secara resmi
berada di bawah pengawasan LPSK dan mempercayakan keamanannya ke pihak
Lapas. Akan tetapi pada kenyataannya, pihak Lapas membiarkan orang lain
masuk dan melakukan interogasi diluar ketentuan. Itu artinya tidak
mungkin apabila kegiatan tersebut diluar sepengetahuan pihak Lapas dan
LPSK.
Sekarang, LPSK berencana menggelar “Coffe
Break” di Hotel Santika Jogja hari ini untuk melakukan evaluasi gerakan
mereka paska hasil sidang 12 prajurit Kopassus dan menentukan langkah -
langkah berikutnya. Terbukti, LPSK bukanlah lembaga profesional dan
bukanlah lembaga yang netral melainkan salah satu kepanjangan tangan
dari kepentingan - kepentingan “asing” baik itu bermuatan politis maupun
kelompok.
Sumber berita : Kompasiana