Prita Mulyasari Dinyatakan Tak Bersalah
Prita Mulyasari. TEMPO/Panca Syurkani
TEMPO.CO, Jakarta
- Prita Mulyasari akhirnya terbebas dari jeratan hukum. Hari
Senin, 17 September 2012, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan
peninjauan kembali (PK) dan mebebaskan Prita dari tuduhan pencemaran
nama baik.
Prita pun terhindar dari status terpidana dan lolos dari hukuman percobaan 6 bulan penjara. “Prita sangat terharu sampai meneteskan air mata bahagia,” kata pengacara Prita, Slamet Juwono, saat dihubungi, Senin ini.
Juru bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, mengatakan putusan majelis PK ini menunjukkan bahwa Prita tidak terbukti bersalah. Prita juga dibebaskan dari semua dakwaan. Putusan ini memulihkan semua hak Prita. "Putusan ini membatalkan semua keputusan pengadilan dan kasasi MA sebelumnya."
Putusan bebas Prita ini diketuk siang tadi oleh Majelis Hakim Agung dengan Ketua Djoko Sarwoko dan anggota, Surya Jaya dan Suhadi. Dalam amarnya, PK membatalkan putusan PN Tangerang dan kasasi MA. Mejelis menyatakan surat elektronik yang dikirim Prita bukan perbuatan pencemaran nama baik.
Sebelumnya, putusan kasasi MA mengganjar Prita dengan pidana 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Kasasi bermomor 822 K/PID.SUS 2010 itu dibuat oleh Hakim Agung Zaharuddin Utama, Salman Luthan, dengan ketua majelis hakim Imam Harjadi. Prita kala itu dinyatakan telah melanggar Undang-Undang ITE. Padahal, di Pengadilan Negeri Tangerang, Prita dinyatakan tak bersalah dan bebas oleh majelis hakim.
Ridwan menjelaskan, dasar utama pengadilan kasasi mengabulkan permohonan Prita adalah ditemukannya novum baru. Mejelis PK melihat ada perbedaan antara putusan pidana dan putusan perdata kasus Prita.
Menurut Slamet, putusan bebas ini disambut dengan antusias oleh keluarga dan teman-teman Prita. Apalagi, sejak awal, keluarga dan kerabat sudah yakin Prita tidak bersalah dan tidak layak dihukum. Slamet pun yakin Prita tidak melanggar UU ITE dan KUHAP, seperti disampaikan oleh putusan kasasi MA. “Dari awal kami punya keyakinan, apabila hakim bisa menilai secara teliti, maka permohonan kami akan dikabulkan.”
Prita awalnya diperkarakan setelah mengirim e-mail berisi komplain atas pelayanan buruk di RS Omni International. Ibu tiga anak ini bahkan sempat ditahan selama proses penyidikan. Kasus ini memicu upaya advokasi dan perlawanan atas upaya intervensi negara dalam kebebasan berekspresi di Internet.
Slamet berharap kasus Prita menjadi pelajaran bagi penegakan hukum di masa datang. Seharusnya, kata dia, orang tidak gampang lagi memperkarakan suatu kasus yang terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi. “Putusan terhadap Prita ini semoga berdampak luas terhadap masyarakat khususnya bagi warga pengguna teknologi.”
Prita pun terhindar dari status terpidana dan lolos dari hukuman percobaan 6 bulan penjara. “Prita sangat terharu sampai meneteskan air mata bahagia,” kata pengacara Prita, Slamet Juwono, saat dihubungi, Senin ini.
Juru bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, mengatakan putusan majelis PK ini menunjukkan bahwa Prita tidak terbukti bersalah. Prita juga dibebaskan dari semua dakwaan. Putusan ini memulihkan semua hak Prita. "Putusan ini membatalkan semua keputusan pengadilan dan kasasi MA sebelumnya."
Putusan bebas Prita ini diketuk siang tadi oleh Majelis Hakim Agung dengan Ketua Djoko Sarwoko dan anggota, Surya Jaya dan Suhadi. Dalam amarnya, PK membatalkan putusan PN Tangerang dan kasasi MA. Mejelis menyatakan surat elektronik yang dikirim Prita bukan perbuatan pencemaran nama baik.
Sebelumnya, putusan kasasi MA mengganjar Prita dengan pidana 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Kasasi bermomor 822 K/PID.SUS 2010 itu dibuat oleh Hakim Agung Zaharuddin Utama, Salman Luthan, dengan ketua majelis hakim Imam Harjadi. Prita kala itu dinyatakan telah melanggar Undang-Undang ITE. Padahal, di Pengadilan Negeri Tangerang, Prita dinyatakan tak bersalah dan bebas oleh majelis hakim.
Ridwan menjelaskan, dasar utama pengadilan kasasi mengabulkan permohonan Prita adalah ditemukannya novum baru. Mejelis PK melihat ada perbedaan antara putusan pidana dan putusan perdata kasus Prita.
Menurut Slamet, putusan bebas ini disambut dengan antusias oleh keluarga dan teman-teman Prita. Apalagi, sejak awal, keluarga dan kerabat sudah yakin Prita tidak bersalah dan tidak layak dihukum. Slamet pun yakin Prita tidak melanggar UU ITE dan KUHAP, seperti disampaikan oleh putusan kasasi MA. “Dari awal kami punya keyakinan, apabila hakim bisa menilai secara teliti, maka permohonan kami akan dikabulkan.”
Prita awalnya diperkarakan setelah mengirim e-mail berisi komplain atas pelayanan buruk di RS Omni International. Ibu tiga anak ini bahkan sempat ditahan selama proses penyidikan. Kasus ini memicu upaya advokasi dan perlawanan atas upaya intervensi negara dalam kebebasan berekspresi di Internet.
Slamet berharap kasus Prita menjadi pelajaran bagi penegakan hukum di masa datang. Seharusnya, kata dia, orang tidak gampang lagi memperkarakan suatu kasus yang terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi. “Putusan terhadap Prita ini semoga berdampak luas terhadap masyarakat khususnya bagi warga pengguna teknologi.”