PENGEMBANGAN KAPAL ANTI RADAR DENGAN MELIBATKAN PERGURUAN TINGGI NEGERI
Indonesia
masih belum mandiri dalam bidang pertahanan dan alat utama sistem
senjata (alutsista). Dengan berbekal keinginan yang kuat untuk
mewujudkan kedaulatan sistem pertahanan nasional, ITS melalui Konsorsium
Pengembangan Kapal Perang Nasional (KPKPN) menggagas pembuatan kapal
perang anti radar.
Tak
tanggung-tanggung, riset ini didanai pemerintah senilai Rp 1,8 Miliar
tiap Tahunnya. ITS tak bekerja sendiri, mengingat riset ini adalah riset
nasional, maka ITS dibantu oleh beberapa perguruan tinggi negeri lain.
Yaitu Akademi Angkatan Laut (AAL), Politeknik Elektronika Negeri
Surabaya (PENS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Sebelas Maret
(UNS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Konsorsium
ini bermula dari workshop inisiasi bidang kapal perang yang
dilaksanakan Agustus 2011 lalu. Dari workshop itulah ITS mengambil
langkah lebih lanjut terkait penelitian kapal perang tersebut.
Penggarapan
kapal perang ini dibagi menjadi tujuh kelompok kerja berdasarkan bagian
kelengkapan kapal. Ketujuh kelompok kerja tersebut masing-masing
menangani karakterisasi komposit, metalurgi fisik, ship standard and
Mission Requirement, auto pilot, steering control, material untuk radar
dan Combat Material System (CMS).
“Kapal
yang banyak sekarang ini sebagian besar merupakan produk-produk lama.
Oleh karena itu, sangat disayangkan jika Indonesia terus menerus
bergantung pada negeri lain padahal potensi dalam negeri sangat besar”
Kapal anti radar yang akan dikembangkan oleh TNI AL dan perguruan tinggi di Indonesia
Keunggulan
kapal perang ini nantinya yaitu dibuat dengan material anti radar.
”Anti radar baru pertama kali diterapkan di pesawat tempur Amerika. Peneliti bahan anti radar
dilakukan sejak tahun 2005 itu mengungkapkan bahwa material anti radar yang
digunakan pada kapal tersebut dibuat dari pasir besi. Hingga saat ini,
material tersebut telah berhasil dibuat dan dapat menyerap radar hingga
99 persen.
“Kerjasama
penelitian dengan perguruan tinggi besar, tentu sangat mengangkat
bendera AAL dimata akademisi di seluruh Indonesia. Apalagi kerjasama
besar ini hanya melibatkan perguruan tinggi yang memiliki
peneliti-peneliti yang dianggap oleh Kementerian Ristek paling
berkompeten” .
Indonesia harus mandiri dalam pengadaan ALUTSISTA khususnya mengembangkan
Alutsista yang ada khususnya milik TNI AL”